Sumber: jogjakartanews.com |
Kita
tentu paham dengan makna kata ‘prestasi’. Walaupun tidak mengetahui secara
persis maknanya, kita mungkin dapat mengira-ngira atau merasakan apa yang
tersirat dan mencuat dari kata ‘prestasi’. Apakah sesungguhnya prestasi itu?
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari segala yang diusahakan,
dikerjakan, atau dilakukan (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2002: 895).
Apakah semua ‘pencapaian’ atau ‘hasil yang dicapai’ layak
disebut sebagai prestasi? Dari segi bahasa, prestasi memang dapat diartikan
sebagai hasil yang dicapai, tak peduli hasil itu baik atau jelek, tinggi atau
rendah. Namun, dalam pengertian sehari-hari, umumnya prestasi dianggap sebagai
pencapaian yang baik atau tinggi. Pencapaian yang rendah atau biasa-biasa saja
seringkali tidak dianggap sebagai prestasi atau dikatakan prestasi. Seringkali
dikatakan bahwa orang yang berprestasi ialah orang yang mampu mencapai hasil
yang tinggi atau bahkan tertinggi, sedangkan orang yang tidak mampu mencapai
hasil yang tinggi dianggap tidak berprestasi.
Sebagai pencapaian yang tinggi, prestasi umumnya diraih
dengan usaha yang tidak gampang dan sederhana. Prestasi lazim diraih dengan
usaha dan kerja yang keras, bahkan tidak jarang amat keras. Pribadi yang
berprestasi biasanya adalah pribadi yang ulet, tekun, rajin, disiplin, tangguh,
memiliki tekad yang kuat, tidak mudah puas, dan tidak mudah putus asa. Orang
yang manja, malas, tidak berdisiplin, dan mudah menyerah sangat sulit atau
mustahil mampu meraih prestasi.
Prestasi tidak jarang diraih melalui perjalanan waktu yang
panjang. Setelah sejak kecil belajar, berlatih, berdisiplin, mengembangkan
diri, memeras otak, mengeluarkan biaya, dan menghabiskan banyak energi, orang
sering baru meraih prestasi pada usia dewasa. Hal ini, misalnya saja, banyak
terjadi pada olahragawan, ilmuwan, dan sastrawan.
Prestasi juga seringkali diraih melalui serangkaian
kegagalan. Setelah mengalami kegagalan demi kegagalan yang jumlahnya dapat
mencapai belasan atau bahkan puluhan kali, orang baru dapat meraih prestasi
pada sekian belas tahun kemudian. Kegagalan demi kegagalan tidak membuat patah
semangat, melainkan justru makin memacu hasrat dan semangat untuk mencapai
hasil tinggi sehingga kemudian dapat diraih prestasi. Hal ini, misalnya,
dialami oleh para ilmuwan, pengusaha, dan industriawan.
Orang yang berprestasi biasanya dinilai sebagai orang yang
sukses. Orang berprestasi dianggap memiliki keistimewaan. Keistimewaan itu
tidak sepenuhnya dan tidak selalu terkait dengan kecerdasan, bakat, uang,
materi, atau keberuntungan. Keistimewaan itu justru kerapkali berwujud tekad
dan semangat serta kemauan untuk berusaha, bekerja, berlatih, berdoa, dan
berkorban. Artinya, keistimewaan orang-orang yang berprestasi dan sukses
umumnya terletak pada kesediaan mereka untuk melakukan hal-hal berat penuh
pengorbanan (waktu, tenaga, pikiran, dan sebagainya) dan bukan semata-mata
karena kecerdasan, bakat, uang, materi, atau keberuntungan.
Dengan begitu jelas, prestasi diperoleh lewat proses yang
sulit dan panjang. Namun, prestasi dapat diraih oleh setiap orang. Setiap orang
memiliki peluang dan kesempatan untuk meraih prestasi. Prestasi bukanlah
monopoli orang-orang yang jenius, pandai, cantik, tampan, kuat, atau kaya.
Orang yang dari segi kecerdasan biasa-biasa saja dan secara ekonomi lemah
(miskin) banyak sekali yang meraih prestasi tinggi dan sukses besar dalam
hidupnya, sebaliknya tidak sedikit orang yang cerdas lagi kaya pada masa-masa
akhir kehidupannya jatuh menjadi orang yang gagal, miskin, telantar, dan
menderita.
(Sumber:
Sadah Siti, http://caraelok.blogspot.com/search/label/Pengembangan%20Potensi)
No comments:
Post a Comment