Tuesday, January 29, 2019

Prinsip-Prinsip Demokrasi


Prinsip demokrasi (Sumber: listontap.com-desainzamroni)

    Dari beberapa pengertian demokrasi, dapat diambil beberapa intisari. Dalam demokrasi, terdapat dua unsur pokok, yakni ‘rakyat’ atau orang banyak dan ‘kedaulatan’ atau kekuasaan.  Dalam demokrasi, rakyat atau orang banyak adalah pemegang kedaulatan atau kekuasaan tertinggi.
    Sebagai pemegang kedaulatan, rakyat atau orang banyak menyerahkan mandat kepada pemerintah untuk menjalankan negara. Penyelenggaraan negara oleh pemerintah itu sendiri dikontrol oleh rakyat atau orang banyak, baik secara langsung maupun melalui sistem perwakilan. Penyelenggaraan negara oleh pemerintah juga tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, tetapi dilakukan berdasarkan aspirasi rakyat atau orang banyak serta ditujukan pula untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan rakyat atau orang banyak.
    Rakyat atau orang banyak mencakup semua unsur atau pihak yang terdapat dalam suatu negara atau komunitas masyarakat. Orang-orang pemerintah yang menyelengga-rakan negara pun adalah termasuk anggota atau bagian dari rakyat atau orang banyak. Hal ini karena mereka yang duduk dalam pemerintahan lazim diseleksi, dipilih, dan diangkat dari kalangan rakyat atau orang banyak.
    Dengan demikian, dalam suatu negara atau masyarakat demokrasi, hakikatnya, semua pihak atau semua unsur hendak diperhatikan dan diperjuangkan aspirasi, kepentingan, dan kesejahteraannya. Dalam demokrasi tidak ada upaya untuk menonjolkan atau mengistimewakan individu (pribadi), kelompok, golongan, atau pihak-pihak tertentu saja.  Dalam demokrasi, prinsip yang diutamakan adalah persamaan, kesederajatan, dan kebersamaan. Demokrasi didasarkan pada prinsip kedaulatan rakyat yang mengandung pengertian bahwa semua manusia (individu rakyat) pada hakikatnya memiliki kebebasan serta hak dan kewajiban yang sama.
    Nah, jika dalam suatu negara atau masyarakat hal-hal tersebut di atas tidak terpenuhi, maka negara atau masyarakat itu tidak dapat dikatakan sebagai negara atau masyarakat demokrasi. Negara atau masyarakat yang lebih menonjolkan ambisi, aspirasi, dan kepentingan pribadi dan golongan tertentu, bukanlah negara atau masyarakat demokrasi. Negara atau masyarakat yang demikian, walaupun mungkin mengatasnamakan atau mengklaim diri sebagai negara atau masyarakat demokrasi, dalam kenyataannya boleh jadi malah lebih pantas menyandang predikat lain yang berlawanan dengan demokrasi.

Bentuk-Bentuk Demokrasi

Bentuk-bentuk demokrasi (Sumber: merdeka.com, silanesia.com, desainzamroni)


    Sebagai sistem kehidupan bermasyarakat, berbangsa, atau bernegara, demokrasi dipandang memberikan banyak nilai positif bagi manusia. Pada zaman modern saat ini demokrasi banyak dianut oleh masyarakat, bangsa, dan negara di berbagai belahan dunia. Berbagai bangsa dan negara di dunia menganut sistem demokrasi dengan variasi penerapan dan pelaksanaan yang berbeda-beda.
    Perbedaan tersebut kemudian melahirkan bentuk-bentuk demokrasi yang beraneka ragam. Saat ini ada beberapa jenis demokrasi yang dianut dan diterapkan oleh negara-negara di dunia. Jenis-jenis demokrasi tersebut umumnya didasarkan atas empat aspek, yakni cara penyaluran aspirasi, hubungan antaralat kelengkapan negara, prinsip ideologi, dan prioritasnya. Demokrasi dengan pelaksanaan atas dasar cara penyaluran aspirasi dan hubungan antaralat kelengkapan negara saat ini lebih populer dan lebih banyak dianut negara-negara di dunia. Keduanya lebih terperinci dapat diuraikan sebagai berikut.
·         Menurut cara penyaluran aspirasi, demokrasi dibagi menjadi demokrasi langsung, demokrasi tidak langsung, dan demokrasi perwakilan melalui pengawasan langsung oleh rakyat.
§    Demokrasi langsung merupakan sistem demokrasi yang mengikutsertakan seluruh rakyat (secara langsung) dalam mengambil keputusan atau menentukan kebijakan negara.
§    Demokrasi tidak langsung merupakan sistem demokrasi yang tidak mengikut-sertakan seluruh rakyat secara langsung dalam mengambil keputusan atau menentukan kebijakan negara. Keikutsertaan rakyat dalam menentukan keputusan atau kebijakan negara dilakukan melalui para wakil mereka yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
§    Demokrasi perwakilan melalui pengawasan langsung oleh rakyat merupakan demokrasi campuran antara demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Pelaksanaannya, rakyat memilih orang untuk menjadi wakil mereka dalam lembaga perwakilan rakyat, serta dalam menjalankan tugas para wakil rakyat dikontrol oleh rakyat melalui prakarsa rakyat atau referendum (penentuan aspirasi rakyat yang dilakukan melalui pemungutan suara).

·        Menurut hubungan antaralat kelengkapan negara, demokrasi dibagi menjadi demokrasi parlementer dan demokrasi presidensial.
§    Demokrasi parlementer merupakan demokrasi yang diterapkan dan dilaksanakan di negara-negara yang pemerintahannya menganut sistem parlementer. Pemerintahan sistem parlementer meletakkan tanggung jawab pemerintahan pada kabinet atau dewan menteri. Kabinet yang dipimpin seorang perdana menteri mempertanggungjawabkan pemerintahan negara kepada parlemen (DPR). Parlemen memiliki kekuasaan yang sangat besar karena dapat meminta pertanggungjawaban kepada kabinet serta dapat pula menjatuhkan kabinet (melalui mosi tidak percaya).
§    Demokrasi presidensial merupakan demokrasi yang diterapkan dan dilaksanakan di negara-negara yang pemerintahannya menganut sistem presidensial. Pemerintahan sistem ini meletakkan tanggung jawab pemerintahan negara kepada presiden. Presiden, yang berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR), melainkan kepada rakyat, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan/permusyawaratan rakyat. Sebagai pemimpin kabinet, presiden mengangkat dan memberhentikan para menteri. Para menteri bertanggung jawab kepada presiden, bukan kepada parlemen.

Faktor Pendukung Demokrasi

Infrastruktur demokrasi (Sumber: http feriska11.blogspot.co.id)


    Apakah dengan ciri-ciri demokrasi yang dimilikinya suatu negara atau masyarakat dapat hidup dalam suasana demokrasi (demokratis)? Dengan perkataan lain, apakah semua prinsip, nilai, dan lembaga demokrasi menjadi penentu terciptanya kehidupan demokrasi? Jawabnya adalah prinsip, nilai, dan lembaga demokrasi sangat mempengaruhi terwujud dan tidaknya kehidupan demokrasi, tetapi tidak menjadi penentu yang mutlak.
    Berdasarkan kasus yang terjadi di berbagai belahan dunia, suatu negara atau masyarakat dapat hidup dalam suasana demokrasi berkat memiliki prinsip, nilai, dan lembaga demokrasi. Namun, kehidupan demokrasi yang terwujud masih sering diwarnai kekacauan akibat beberapa syarat lain yang ikut mempengaruhi ternyata belum dipenuhi. Terkait dengan hal itu, masih diperlukan lagi beberapa faktor pendukung bagi terwujudnya demokrasi yang mantap dan damai. Faktor pendukung tegaknya demokrasi secara mantap dan damai tersebut, antara lain, sebagai berikut.
·          Rakyat atau orang banyak dalam negara atau masyarakat yang hendak mengusahakan demokrasi telah memiliki ketercukupan kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar, yang meliputi kebutuhan pangan, sandang, dan papan (tempat tinggal). Dengan tercukupinya kebutuhan pokok, rakyat atau orang banyak akan terbebas dari masalah paling mendasar dalam hidup sehingga relatif akan lebih terhindar dari gejolak.
·          Rakyat atau orang banyak dalam negara atau masyarakat yang hendak mengusahakan demokrasi memiliki tingkat pendidikan yang memadai. Dengan tingkat pendidikan rata-rata yang memadai, rakyat atau orang banyak akan memiliki wawasan luas serta mampu berpikir dan bersikap lebih rasional sehingga perilakunya lebih beradab dan bermartabat.
·          Rakyat atau orang banyak dalam negara atau masyarakat yang hendak mengusahakan demokrasi memiliki kemampuan berpikir dan bertindak yang dewasa. Dengan kemampuan berpikir dan bertindak yang dewasa, rakyat atau orang banyak akan memiliki tingkat emosional yang matang dan mantap sehingga lebih mampu bertindak secara terkendali dan penuh perhitungan.

Indonesia sebagai Negara Demokrasi

Demokrasi Pancasila (Sumber: Istimewa)


    Di dalam UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa kedaulatan negara Indonesia berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Apakah makna yang terdapat dalam rumusan kalimat tersebut?  Rumusan itu tidak lain menunjukkan bahwa negara Indonesia ialah negara demokrasi. Inti demokrasi adalah “kedaulatan rakyat” sehingga negara yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat –– seperti halnya negara kita, Indonesia –– dapat dikatakan merupakan negara demokrasi.
    Namun, sebagai negara demokrasi, sudahkah negara kita benar-benar menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sejati. Sudahkan demokrasi dipraktikkan secara benar atau tepat dalam pemerintahan dan ketatanegaraan kita selama ini? Apakah demokrasi sebagai sistem pemerintahan dan ketatanegaraan sudah diterapkan sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita? Apakah negara kita sudah memperlihatkan ciri-ciri yang sejati sebagai negara demokrasi?
    Dengan menengok sejarah perjalanan kita sebagai bangsa dan negara, kita tidak dapat membuat generalisasi yang mutlak mengenai sudah atau belumnya negara kita menerapkan demokrasi dalam sistem ketatanegaraan. Sejak ditetapkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara pada tanggal 18 Agustus 1945, demokrasi jelas sudah menjadi sistem resmi yang dianut dalam ketatanegaraan kita –– karena UUD 1945 Pasal 1 Ayat (2) sendiri memang menyebutkannya demikian. Namun, dalam praktik berbangsa dan bernegara, penerapan demokrasi mengalami gelombang pasang surut yang tak beraturan.
    Pada masa-masa awal kemerdekaan (terutama dasawarsa tahun 1950-an), dapat dikatakan negara kita benar-benar menerapkan demokrasi secara murni. Pada masa itu, kehidupan demokrasi dalam perpolitikan dan ketatanegaraan kita berlangsung semarak dan penuh gairah. Namun, setelah keluarnya Dekret Presiden 5 Juli 1959, demokrasi berangsur-angsur mengalami kemunduran hingga kemudian lenyap dan digantikan dengan otoritarianisme. Hal ini berlangsung sampai pemerintahan Presiden Soekarno –– seringkali disebut sebagai pemerintahan Orde Lama –– jatuh pada akhir tahun 1960-an.

Perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia
(Sumber: http everyonehappynow.blogspot.co.id)

    Pemerintahan Presiden Soeharto –– biasa disebut pemerintahan Orde Baru –– yang mendapat giliran untuk memimpin kehidupan berbangsa dan bernegara selanjutnya serta bertekad mengoreksi kesalahan pemerintahan pendahulunya, ternyata malah lebih buruk lagi dalam memperlakukan dan memberlakukan demokrasi. Di bawah pemerintahan Orde Baru, demokrasi hampir tidak pernah diberi kesempatan bernapas dan hidup dengan leluasa. Selama masa kekuasaan Orde Baru yang panjang –– sekitar 32 tahun –– rakyat Indonesia hanya dapat menikmati demokrasi dalam waktu yang sangat singkat, mungkin 4 atau 5 tahun pada masa-masa awal rezim Orde Baru memerintah.
    Setelah rezim Soeharto tumbang akibat krisis serta kemarahan mahasiswa dan rakyat yang puluhan tahun hidup tertekan di bawah kediktatoran dan keotoriteran Orde Baru, muncul era reformasi (pada tahun 1998) yang membersitkan harapan baru akan tumbuhnya demokrasi yang lebih sejati dan mencerahkan. Namun, apakah kedatangan era reformasi menjadikan demokrasi bangkit dan tumbuh kembali dengan “wajah” yang hakiki? Kedatangan era reformasi memang membawa angin perubahan yang sangat berarti (signifikan), dengan salah satunya menyebabkan terbukanya kembali keran-keran demokrasi yang sebelumnya tersumbat. Akan tetapi, akibat euforia setelah lepas dari kekangan Orde Baru yang keras dan otoriter –– serta oleh akibat-akibat sosiologis dan psikologis yang lain –– demokrasi yang berkembang kemudian hampir tanpa kendali sehingga demokrasi pada era reformasi seringkali dianggap sebagai demokrasi yang terlalu liberal atau demokrasi yang kebablasan.
    Demokrasi pada era reformasi muncul dan tumbuh bersama dengan dibukanya keran atau saluran kebebasan. Era reformasi sendiri kerapkali diidentikkan dengan era kebebasan dan demokrasi, yakni era dibukanya kebebasan dan demokrasi yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Pada era reformasi kebebasan dan demokrasi menjadi idaman dan tuntutan kuat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi akibat (sebelumnya) selama sekitar 32 tahun rakyat hidup dalam kekangan dan tekanan berat pemerintahan Orde Baru. Kebebasan dan demokrasi pada dasarnya memang saling terkait, tetapi penggunaan kebebasan untuk menggerakkan demokrasi pada era reformasi kiranya kurang dilakukan dengan proporsional dan elegan sehingga demokrasi yang dijalankan seringkali diwarnai hal-hal negatif yang destruktif, seperti intrik, konflik, dan kerusuhan.
    Kebebasan dan demokrasi merupakan dua hal yang berkorelasi secara resiprokal, yakni saling berbalasan. Kebebasan menjadi salah satu syarat penting bagi demokrasi, sebaliknya demokrasi menjadi salah satu penentu bagi kebebasan. Untuk mewujudkan demokrasi, kita memerlukan adanya kebebasan, sedangkan untuk mendapatkan kebebasan itu sendiri kita membutuhkan adanya kehidupan yang demokratis. Akan tetapi, jika kebebasan yang dimanfaatkan untuk menjalankan demokrasi adalah kebebasan yang tanpa batas dan tak terkontrol, demokrasi yang akan terwujud justru dapat bersifat kontraproduktif dan destruktif. Penyelewengan hukum, penyalahgunaan wewenang, konflik antarkelompok, kerusuhan sosial, dan perusakan fasilitas umum yang sering terjadi pada era reformasi saat ini merupakan contoh beberapa akibat dari bentuk demokrasi yang dijalankan dengan kebebasan yang tanpa batas dan tanpa kendali.
    Terkait dengan pelaksanaan demokrasi dan kebebasan yang seringkali menimbulkan ekses yang merugikan tersebut, kiranya kita perlu melakukan peninjauan ulang terhadap demokrasi yang sedang kita jalankan saat ini. Kita perlu menengok kembali pengertian dan hakikat demokrasi secara tepat agar kita mendapatkan pemahaman yang tidak salah dan menyimpang tentang demokrasi. Pemahaman yang benar atas demokrasi sangat menentukan dalam upaya penerapan demokrasi sehingga demokrasi yang sesungguhnya memang sangat bagus bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita benar-benar dapat memberikan manfaat positif yang konkret.