(Sumber: Sadah Siti Hajar, Embun, http://caraelok.blogspot.co.id/2016/12/seri-pejuang-dan-pahlawan-hak-asasi_19.html, 25 Desember 2016)
Nelson
Rolihlahla Mandela lahir di Mvezo, Umtata, Afrika Selatan, pada 18 Juli 1918.
Mandela pindah dan menetap di Qunu sampai dengan umur 9 tahun. Masa kecilnya
dihabiskan di Thembu. Ayahnya, Henry Mandela, adalah kepala suku Thembu.
Nelson
Mandela merupakan orang pertama dari keluarganya yang mengikuti pendidikan
sekolah. Pada umur 16 tahun, ia masuk Clarkebury Boarding Institute untuk
mempelajari kebudayaan Barat. Pada tahun 1934, ia memulai program bachelor of
art di Fort Hare University. Setelah
pindah ke Johannesburg, ia mengambil kuliah jarak jauh di University of South
Africa. Sehabis menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1942, ia belajar ilmu hukum
di University of Witwatersrand.
Mandela
menikah tiga kali. Ia menikah dengan Evelyn Ntoko Mase dan bercerai pada tahun
1957 setelah bertahan selama 13 tahun. Pernikahan keduanya dengan Winnie
Mandikizela, setelah bertahan 38 tahun, juga berakhir dengan perceraian (1996).
Pada ulang tahunnya yang ke-80 (1998), Mandela menikahi Graca Machel, janda
mantan Presiden Mozambik, Samora Machel.
·
Melawan
Apartheid
Sejak
menjadi mahasiswa, Mandela bersikap kritis terhadap ketidakadilan. Ketika
kuliah di Fort Hare University, Mandela melakukan demonstrasi untuk menentang
kebijakan universitas yang dianggapnya melenceng (tahun 1940). Akibat
aktivitasnya, ia dikeluarkan dari kampus.
Sikap
kritis Mandela terus terbangun sampai usianya memasuki 20-an tahun. Di
Johannesburg, Mandela bergabung dengan African National Congress (ANC), sebuah
organisasi gerakan nasionalis multirasial yang membawa misi mengubah kondisi
sosial dan politik di Afrika Selatan. Pada tahun 1944, Mandela turut mendirikan
Liga Pemuda ANC.
Sikap
kritis Mandela mulai terbentuk menjadi sikap perlawanan seiring dengan kian
memanasnya suhu kehidupan sosial dan politik di Afrika Selatan pada akhir tahun
1940-an. Mandela seperti mendapat sengatan kuat ketika pada tahun 1948 rezim
pemerintah kulit putih Afrika Selatan memberlakukan politik apartheid. Melalui
apartheid, kaum kulit putih yang hampir sepenuhnya mendomiasi pemerintahan
Afrika Selatan, mengklaim dan menempatkan diri sebagai komunitas unggul yang
harus mendapat perlakuan istimewa dan menempatkan masyarakat kulit berwarna ––
terutama kulit hitam –– sebagai komunitas rendahan yang hak-haknya tidak perlu
diperhatikan. Sejak berlakunya apartheid, masyarakat kulit berwarna ––
khususnya kulit hitam yang merupakan mayoritas di Afrika Selatan –– hidup
tertindas dan dibayang-bayangi kekerasan. Mereka, antara lain, dilarang untuk
menggunakan hak pilih, dilarang tinggal di wilayah masyarakat kulit putih,
serta tidak memiliki akses untuk menikmati pendidikan tinggi dan memperoleh
pekerjaan yang layak.
Kondisi
sosial dan politik yang sangat timpang dan menindas tersebut mendorong Mandela
meningkatkan militansi gerakannya di ANC. Setelah pada tahun 1952 diangkat
menjadi salah satu wakil ketua ANC, Mandela bersama kawan seperjuangan
setianya, Oliver Tambo, berusaha mengubah kebijakan ANC menjadi lebih berhaluan
keras (radikal). Akibat sikapnya ini, Mandela sempat dituduh sebagai seorang
pengkhianat (1956), tetapi kemudian dinyatakan tidak bersalah (1959).
·
Dijatuhi
Hukuman Seumur Hidup
Tekad
dan keberanian Mandela untuk melakukan perlawanan terhadap apartheid bertambah kuat
setelah pemerintah kulit putih kian menunjukkan kesewenang-wenangan dan
kebrutalannya. Pada tahun 1960, aparat rezim kulit putih melakukan pembantaian
terhadap massa demonstran di Sharpeville. Akibat pembantaian ini, 69 orang
demonstran kulit hitam meninggal dunia.
Untuk
merespons perilaku rezim kulit putih yang kian represif, Mandela mulai bersikap
konfrontatif. Setahun setelah pembantaian Sharpeville, pada tahun 1961 ia
mempelopori pembentukan Umkhonto we Sizwe, sebuah laskar yang berada di bawah
ANC. Laskar ini dipersiapkan untuk, antara lain, melakukan perlawanan fisik dan
bersenjata terhadap rezim kulit putih.
Mandela
kemudian meninggalkan Afrika Selatan untuk mengikuti pelatihan militer di
Aljazair. Setelah beberapa bulan mendapat tempaan militer, pada tahun 1962 ia
kembali ke Afrika Selatan untuk mewujudkan perjuangan konfrontatifnya melawan
rezim kulit putih. Namun, tak lama setelah tiba di tanah airnya, Mandela
ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun oleh rezim kulit putih
dengan tuduhan meninggalkan Afrika Selatan secara ilegal.
Selama
Mandela di penjara, kawan-kawan seperjuangannya di ANC juga ditangkapi dan ditahan.
Bersama para koleganya ini, Mandela kembali diajukan ke pengadilan. Melalui
pengadilan rezim kulit putih pada tahun 1964, Mandela dinyatakan bersalah dan
akhirnya divonis dengan hukuman penjara seumur hidup.
·
Membebaskan
Rakyat dari Apartheid
Mandela
tetap teguh dan konsisten pada pendiriannya semula: apartheid harus dilawan dan
dihapus. Apartheid hanya menguntungkan dan menyejahterakan warga
kulit putih yang jumlahnya minoritas, tetapi menyebabkan ketidakadilan dan
kesengsaraan pada rakyat kulit hitam Afrika Selatan yang jumlahnya mayoritas.
Baik secara terang-terangan maupun terselubung, hampir seluruh rakyat kulit
hitam Afrika Selatan mendukung perjuangan Mandela.
Dari
balik penjara, Mandela terus mengobarkan semangat perlawanan terhadap penindasan
sistematis melalui apartheid.
Teman-teman seperjuangan serta para pengikut dan simpatisannya di luar penjara
melakukan upaya perlawanan melalui berbagai jalur dan cara, sementara publik
internasional sambil bertubi-tubi mengecam keras rezim kulit putih, juga turut
memberi dukungan pada Mandela. Di sisi lain, rezim kulit putih terus
mempelihatkan sikap tak peduli dengan secara sporadis tetap melakukan
penggeledahan, penangkapan, penyerangan, dan pemenjaraan terhadap rakyat kulit
hitam untuk mempertahankan apartheid.
Keteguhan
luar biasa Mandela, perlawanan rakyat kulit hitam yang terus berkobar, dan
tekanan internasional yang tidak dapat dihentikan sedikit mengendurkan sikap
otoriter dan keras kepala rezim kulit putih setelah masa pemenjaraan Mandela
berlangsung hampir 21 tahun. Pada Februari 1985, rezim kulit putih menawarkan
pembebasan bagi Mandela dengan syarat ia bersedia menghentikan perlawanan dan
perjuangan bersenjata para pengikutnya. Mandela menolak dan tetap memilih
tinggal di penjara sambil menyaksikan dan memberi semangat para pengikutnya
melakukan perjuangan.
Setelah
ketabahan dan konsistensi Mandela kiranya tidak bisa ditaklukkan, sementara
perlawanan rakyat kulit hitam serta kecaman masyarakat internasional sudah tak
mungkin dapat dibendung, rezim kulit putih akhirnya menyerah. Presiden Afrika
Selatan, F.W. de Klerk, yang juga merupakan salah satu tokoh kulit putih yang
secara diam-diam tidak lagi menyetujui apartheid, pada 11 Februari 1990 memerintahkan
pembebasan Mandela tanpa syarat. Mandela kemudian bebas di tengah apartheid mulai memasuki masa kehancurannya.
Sekeluarnya
Mandela dari penjara, rakyat kulit hitam Afrika Selatan pun akhirnya juga
terbebas dari belenggu apartheid.
Bersamaan dengan persiapan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), apartheid dicabut dan lenyap dari bumi Afrika Selatan.
Dalam pemilu yang diadakan empat tahun setelah pembebasannya (1994), Mandela
sendiri dinyatakan keluar sebagai pemenang dan terpilih menjadi presiden ––
merupakan presiden kulit hitam pertama dalam sejarah Afrika Selatan.
·
Melakukan
Rekonsiliasi
Kemenangan
Mandela bersama rakyat kulit hitam dalam melawan apartheid serta kemenangan
dirinya dalam pemilu disusul oleh munculnya peristiwa hebat. Mandela dan rakyat
kulit hitam Afrika Selatan telah memenangkan pertarungan melawan rezim kulit
putih pendatang dari Eropa. Namun, suatu hal yang luar biasa terjadi: Mandela
berikut para pengikutnya dan masyarakat kulit hitam tidak melakukan balas
dendam terhadap mantan rezim penguasa kulit putih yang lebih dari 40 tahun
menindas warga kulit hitam.
Bagi
Mandela, merupakan pantangan besar bahwa setelah perjuangannya membela dan
menegakkan hak-hak dasar manusia berakhir dengan kemenangan, ia sendiri
kemudian justru melakukan pembalasan dendam dengan balik menindas mantan
lawannya. Baginya, hal itu merupakan tindakan tak bertanggung jawab terhadap
nilai-nilai kemanusiaan yang konsekuensinya tidak akan mengantarkan Afrika
Selatan pada penyelamatan dan pemulihan, melainkan pada kehancuran. Oleh sebab
itulah, ia menghindari hal itu serta sebaliknya memimpin dan merangkul semua
komponen bangsa Afrika Selatan untuk melakukan rekonsiliasai (rujuk nasional),
menggalang persatuan, melupakan masa lalu, dan bersama membangun kembali Afrika
Selatan untuk menyongsong masa depan.
Menyaksikan
perjuangan dan dedikasinya yang luar biasa dalam menegakkan nilai-nilai
kemanusiaan dan perdamaian, masyarakat dunia menjadi takjub dan tidak ragu-ragu
menggolongkan Mandela sebagai tokoh besar yang fenomenal. Mandela telah
menghabiskan lebih dari 27 tahun masa hidupnya di dalam penjara demi
membebaskan masyarakat kulit hitam Afrika Selatan dari penindasan apartheid. Dengan lapang dada, ia juga
membuang sikap dendam serta egoisme pribadi dan kelompok demi terwujudnya
perdamaian di negaranya. Tidak mengherankan, untuk jasa-jasanya yang luar biasa
itu, ia –– dan juga F.W. de Klerk ––
dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian (1993), sebuah pengakuan dan penghargaan
paling tinggi dan prestisius di dunia dalam bidang penegakan nilai-nilai
kemanusiaan dan perdamaian.
No comments:
Post a Comment