Monday, October 1, 2018

Peradilan Hak Asasi Manusia

Sumber: tribunnews.com

Peradilan kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia dilakukan melalui dua lembaga pengadilan, yakni pengadilan umum (biasa) dan pengadilan HAM (khusus). Peradilan melalui pengadilan umum dilakukan untuk mengadili kasus pelanggaran ringan. Adapun peradilan melalui pengadilan HAM dilakukan untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat. Pelanggaran hak asasi manusia yang dimasukkan dalam jenis pelanggaran berat adalah genosida dan kejahatan kemanusiaan –– di luar keduanya pelanggaran masih dikelompokkan dalam pelanggaran ringan.
Dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, telah dibentuk pengadilan khusus dengan nama “Pengadilan HAM”. Namun, menurut ketentuan undang-undang itu, pengadilan HAM dibentuk untuk mengadili kasus pelanggaran berat yang terjadi setelah diberlakukannya (disahkan) UU No. 26/2000. Dengan kata lain, pengadilan HAM hanya memiliki wewenang mengadili kasus-kasus pelanggaran berat yang terjadi setelah tahun 2000. Adapun pelanggaran berat yang terjadi pada waktu-waktu sebelum  UU No. 26 Tahun 2000 berlaku, peradilannya dilakukan oleh pengadilan HAM ad hoc, yakni pengadilan khusus HAM yang dibentuk secara sementara. Kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum UU No. 26 Tahun 2000 berlaku juga dapat diselesaikan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Peradilan atas kasus pelanggaran hak asasi manusia  jelas merupakan bagian yang sangat penting. Melalui peradilan ini upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia akan banyak ditentukan dan dipertaruhkan. Keberhasilan pengadilan HAM akan menentukan keberhasilan upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia di negara kita.
Keberhasilan pengadilan HAM sendiri terutama diukur dari kemampuannya dalam menghasilkan putusan (vonis). Apabila putusan-putusan yang dikeluarkannya adil dan benar, pengadilan HAM dapat dikatakan berhasil dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Jika demikian halnya, maka upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia dapat diharapkan akan mencapai keberhasilan pula.
Pada prinsipnya, peradilan atas kasus pelanggaran hak asasi manusia harus dapat memberi putusan yang adil dan benar. Putusan yang adil dan benar di sisi satu akan mampu mengembalikan serta memulihkan hak-hak korban, sementara di sisi lain akan memberikan sanksi atau hukuman yang setimpal kepada pelaku pelanggaran. Baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, putusan pengadilan yang adil dan benar akan memberikan dampak positif yang tak kecil dalam upaya perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Dampak-dampak positif yang akan ditimbulkannya, antara lain, sebagai berikut.
·         Masyarakat akan makin sadar tentang pentingnya hak asasi manusia.
·         Masyarakat akan tergerak untuk menghormati dan menghargai hak asasi sesamanya.
·         Masyarakat akan lebih merasa aman dan terjamin hak asasinya.
·         Masyarakat makin mempercayai, menghormati, dan mematuhi hukum.
·         Masyarakat tidak mudah mengalami pelanggaran hak asasi karena makin kritis, berani, dan proaktif untuk melakukan pengaduan dan penuntutan.
·         Kalangan yang potensial melakukan pelanggaran hak asasi manusia akan makin terkontrol perilakunya karena adanya efek jera (kapok).
·         Kemungkinan atau risiko terjadinya kembali kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia akan banyak berkurang.

Namun, putusan yang adil dan benar dalam peradilan kasus pelanggaran hak asasi manusia kenyataannya tidak mudah diwujudkan. Selama ini putusan pengadilan dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia berat justru masih sangat sering menimbulkan kontroversi dan ketidakpuasan di tengah masyarakat. Bahkan, hingga saat ini masih banyak pelanggar berat hak asasi manusia pada masa lalu –– yang umumnya mantan pejabat serta petinggi kepolisian dan militer masa Orde Baru –– masih bebas berkeliaran tak tersentuh hukum.
Dengan demikian, pembentukan pengadilan HAM dengan tugas mengadili kasus pelanggaran saja belumlah cukup. Untuk mengoptimalkan dan menjamin keberhasilan kinerja pengadilan HAM –– yakni yang dapat menghasilkan putusan-putusan yang adil dan benar –– diperlukan para hakim dengan persyaratan yang tidak main-main. Para hakim dalam pengadilan HAM harus benar-benar menguasai dan berpengalaman dalam persoalan hak asasi manusia, profesional, bermoral tinggi, bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), serta memiliki kepedulian dan pengabdian yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Satu hal lagi, mereka juga harus mampu bekerja dan memberi putusan dengan dasar keadilan dan kebenaran yang setinggi-tingginya.


No comments:

Post a Comment