|
Pemilihan umum (Sumber: https://www.merdeka.com) |
Pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) membutuhkan
persiapan dan kesiapan infrastruktur yang memadai. Selain kelengkapan dan
peralatan fisik serta biaya yang sangat besar, pelaksanaan pemilu juga sangat
membutuhkan peran serta beberapa lembaga atau komponen yang dibentuk atau
diadakan secara khusus oleh negara untuk keperluan tersebut. Berikut ini
dipaparkan beberapa komponen atau lembaga yang terlibat dan terkait dengan
pelaksanaan pemilu di negara kita.
1. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi Pemilihan Umum
(KPU) merupakan badan atau lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bersifat
tetap dan independen (mandiri). KPU terdiri atas KPU pusat, KPU provinsi, dan
KPU kabupaten/kota. KPU pusat merupakan penyelenggara pemilihan umum di tingkat
nasional, KPU provinsi merupakan penyelenggara pemilihan umum di provinsi,
serta KPU kabupaten/kota merupakan penyelenggara pemilihan umum di
kabupaten dan kota.
|
Gedung KPU Pusat (Sumber: https://www.medcom.id) |
Tugas
dan fungsi utama KPU adalah merencanakan, mempersiapkan, dan memimpin jalannya
pelaksanaan pemilihan umum melalui tahap-tahap yang sudah ditetapkan, mulai
dari pendaftaran, melakukan penelitian, melakukan seleksi dan penetapan peserta
yang berhak mengikuti pemilihan umum, serta melakukan evaluasi terhadap sistem
pemilihan umum yang diterapkan. Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, KPU
membentuk sembilan divisi. Kesembilan divisi tersebut sebagai berikut:
·
divisi peserta pemilihan umum;
·
divisi pendidikan dan informasi pemilihan umum;
·
divisi pendaftaran penduduk/pemilih dan pencalonan;
·
divisi logistik pemilihan umum;
·
divisi pemungutan suara dan penetapan hasil pemilihan umum;
·
divisi hukum;
·
divisi organisasi, personil, dan keuangan pemilihan umum;
·
divisi kajian dan pengembangan pemilihan umum; serta
·
divisi hubungan antarlembaga.
2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Pada era reformasi,
pemilihan umum dilakukan dengan pengawasan khusus oleh lembaga yang disebut
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Badan Pengawas Pemilu merupakan lembaga yang
dibentuk dengan tugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh
wilayah negara Republik Indonesia. Untuk melakukan pengawasan pelaksanaan
pemilihan umum di daerah-daerah, Bawaslu membentuk Panitia Pengawas Pemilu
Provinsi (Panwaslu Provinsi) dan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota (Panwaslu
Kabupaten/Kota). Panwaslu Provinsi bertugas mengawasi pelaksanaan pemilihan
umum di wilayah provinsi, sedangkan Panwaslu Kabupaten/Kota bertugas melakukan
pengawasan pemilihan umum di wilayah kabupaten/kota.
|
Gedung Badan Pengawas Pemilu (Sumber: INews) |
Pengawasan terhadap
kegiatan pemilihan umum oleh lembaga independen dipandang perlu dilakukan
sebagai upaya mencegah dan menanggulangi terjadinya kecurangan dan
ketidakjujuran dalam pelaksanaan pemilihan umum. Dalam pemilihan-pemilihan umum
era Orde Baru tidak ada badan pengawas pemilihan umum yang benar-benar
independen sehingga pemilihan umum masa Orde Baru seringkali atau bahkan hampir
selalu berlangsung tidak jujur dan tidak adil. Pembentukan Bawaslu pada era
reformasi merupakan jawaban atas berbagai pertanyaan dan keraguan masyarakat
tentang kejujuran dan keadilan pelaksanaan pemilihan umum. Pembentukan Bawaslu
diharapkan lebih membuat pelaksanaan pemilihan umum berjalan bebas, jujur, dan
adil.
3. Kontestan
Kontestan
adalah partai politik atau calon kepala pemerintahan (calon presiden-wakil presiden,
calon gubernur-wakil gubernur, calon bupati-wakil bupati, dan calon
walikota-wakil walikota) peserta pemilihan umum. Dalam pemilihan umum, partai
politik dan calon kepala pemerintahan saling bersaing untuk mendapatkan
dukungan dan suara pemilih (rakyat). Untuk menjadi peserta pemilihan umum,
partai politik dan calon kepala pemerintahan diwajibkan memenuhi kriteria atau
persyaratan tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi partai politik untuk menjadi peserta pemilihan umum adalah
sebagai berikut:
·
memiliki akta notaris pendirian partai politik;
·
berstatus badan hukum sesuai dengan undang-undang tentang partai
politik;
·
mendaftar sebagai peserta pemilihan umum kepada Komisi Pemilihan
Umum (KPU);
·
memiliki kepengurusan di dua per tiga dari jumlah provinsi di
Indonesia;
·
memiliki kepengurusan di dua per tiga dari jumlah kabupaten/kota
di provinsi yang bersangkutan;
·
menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan dalam
kepengurusan partai tingkat pusat;
·
memiliki anggota sekurang-kurangnya seribu orang atau satu per
seribu dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai yang dibuktikan
dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
·
memiliki kantor tetap untuk kepengurusan partai politik;
·
mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU;
·
nama dan tanda gambar partai politik tidak dibenarkan memiliki
kesamaan dengan
- v bendera atau
lambang negara Republik Indonesia;
- v lambang
lembaga negara atau lambang pemerintahan;
- v nama,
bendera, dan lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;
- v nama, bendera,
dan simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
- v nama atau
gambar seseorang;
- v nama,
lambang, atau tanda gambar partai politik lain.
|
Partai politik peserta pemilihan umum 2019 (Sumber: KPU Way Kanan) |
Jumlah partai politik peserta pemilihan umum di Indonesia seringkali
berubah-ubah. Pada pemilihan umum tahun 1955 tercatat ada 27 partai politik
yang menjadi peserta. Pemilihan umum tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik,
sementara pemilihan umum tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 hanya diikuti
oleh tiga partai politik. Sedikitnya partai politik yang mengikuti pemilihan
umum pada masa Orde Baru tersebut disebabkan oleh pembatasan yang dilakukan
pemerintahan pimpinan Presiden Soeharto yang ketika itu bersikap otoriter dan
represif. Jumlah peserta pemilihan umum kembali meningkat tajam pada pemilihan
umum masa reformasi tahun 1999 (48 partai politik), 2004 (24 partai politik),
2009 (44 partai politik), 2014 (12 partai politik), dan 2019 (16 partai
politik).
Sementara
itu, para calon kepala pemerintahan yang menjadi peserta pemilihan umum juga
dikenai keharusan untuk memenuhi sejumlah persyaratan. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi oleh para calon kepala pemerintahan (terutama calon
presiden-wakil presiden) dalam mengikuti pemilihan umum, antara lain, sebagai
berikut:
·
warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
·
setia terhadap Pancasila dan UUD 1945;
·
menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI);
·
tidak pernah melakukan pengkhianatan terhadap negara;
·
mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan
kewajibannya.
4. Konstituen
Konstituen
tidak lain adalah rakyat pemilih dalam kegiatan pemilihan umum. Tidak semua
rakyat (warga negara) memiliki hak untuk memilih dalam pemilihan umum. Hanya
warga negara yang memenuhi syarat atau kriteria tertentu yang memiliki hak
pilih. Rakyat yang memiliki hak pilih dalam pemilihan umum adalah yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
·
warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap
berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah/pernah menikah;
·
warga negara Indonesia yang telah dimasukkan atau dicacat dalam
daftar pemilih oleh penyelenggara pemilihan umum.
|
Masyarakat pemilih sebagai konstituen pemilu (Sumber: https://www.jakartaobserver.com) |
Konstituen di Indonesia secara umum masih belum menunjukkan kematangan
dan kedewasaan dalam memberikan pilihan politik terhadap para kontestan. Mereka
masih mudah terpengaruh oleh pertimbangan-pertimbangan di luar aspek kompetensi
(kecakapan) dan integritas para kontestan. Bahkan, mereka masih mudah
dipengaruhi imbalan materi dan uang yang diberikan/dijanjikan oleh kontestan.
Hal ini seringkali dimanfaatkan para kontestan untuk melakukan politik uang (money
politics) dalam upaya mandapatkan dukungan dan suara.
Kurangnya kematangan dan
kedewasaan para konsituen dalam memberikan pilihan politik umumnya disebabkan
oleh masih rendahnya pendidikan dan kurangnya kesadaran politik rata-rata
konstituen. Selain itu, rendahnya kemampuan ekonomi (tingkat pendapatan) juga
seringkali menjadi kendala dalam memberikan pilihan yang tepat terhadap para
kontestan. Konstituen yang kemampuan ekonominya rendah cenderung mudah
memberikan pilihan terhadap kontestan berdasarkan imbalan uang atau materi yang
diberikan oleh kontestan. Upaya kontestan memberikan imbalan materi atau uang
untuk mendapatkan dukungan dan suara dari konstituen (money politics)
sebenarnya dilarang undang-undang, tetapi kenyataannya masih sering dan banyak
dilakukan (secara terselubung) oleh para kontestan.
5. Kampanye
Untuk mendapatkan suara, para peserta (kontestan) pemilihan umum
berusaha menarik simpati dan dukungan dari para pemilih (konstituen). Upaya
kontestan menarik simpati dan dukungan dari para pemilih untuk meraih suara
sebanyak-banyaknya dilakukan melalui sebuah mekanisme atau kegiatan yang
disebut kampanye. Kampanye merupakan sarana bagi para kontestan pemilihan umum
untuk memperkenalkan diri sekaligus menyosialisasikan program, visi, dan
misinya kepada massa pemilih.
Sementara di sisi lain, kampanye akan dimanfaatkan oleh massa
pemilih untuk menilai kualitas dan kompetensi para kontestan. Melalui orasi
(pidato) yang disampaikan para kontestan dalam kampanye, para pemilih dapat
mengetahui tingkat kecakapan (kompetensi) para kontestan dalam menjalankan
tugasnya kelak sebagai kepala pemerintahan atau anggota lembaga perwakilan.
Hasil penilaian terhadap penampilan kontestan dalam kampanye tersebut akan
dijadikan bahan pertimbangan oleh para pemilih dalam menjatuhkan pilihan atau memberikan
suara kepada para kontestan.
|
Kampanye pemilu (Sumber: http://aceh.tribunnews.com) |
Kampanye lazim dilakukan sebelum kegiatan pemungutan suara
berlangsung. Waktu dimulainya pelaksanaan kampanye biasanya ditentukan beberapa
minggu sebelum hari pemungutan suara tiba. Lembaga penyelenggara pemilihan umum
(KPU) akan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap kontestan untuk
melakukan kampanye.
Tata
cara dan jadwal kegiatan kampanye dibuat dan ditetapkan oleh KPU. Jadwal
kampanye disusun sedemikian rupa sehingga di suatu lokasi atau wilayah tertentu
dua kontestan tidak melakukan kampanye secara bersamaan. Pengaturan jadwal
seperti ini dianggap harus dilakukan mengingat kampanye rawan menimbulkan
benturan dan konflik di antara pendukung para kontestan. Berikut ini dipaparkan
beberapa ketentuan lain tentang kegiatan kampanye dalam pemilihan umum di
Indonesia.
·
Selama kampanye kontestan dilarang mempersoalkan dasar negara
Pancasila, UUD 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·
Kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara yang membahayakan
keutuhan dan keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·
Tema kampanye adalah program, visi, dan misi yang dibawa oleh
setiap kontestan.
·
Setiap kontestan memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
selama kampanye.
·
Kampanye tidak boleh dilakukan dengan biaya dan fasilitas negara.
·
Selama kampanye, setiap kontestan dilarang melakukan black
campaign, yakni kampanye yang isinya menghina, menjelek-jelekkan, dan menjatuhkan
kontestan lain.
·
Kampanye tidak boleh dilakukan dengan melibatkan warga negara yang
tidak/belum memiliki hak pilih (termasuk anak-anak di bawah umur).
·
Kampanye tidak boleh dilakukan dengan menggunakan tempat ibadah
dan pendidikan.
·
Kampanye tidak boleh dilakukan dengan cara menjanjikan atau
memberikan uang atau materi kepada peserta kampanye (money politics).
Kampanye
dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Dalam melakukan kampanye para
kontestan diberi kebebasan untuk menggunakan kreativitasnya masing-masing.
Berdasarkan ketentuan undang-undang, kegiatan kampanye dapat dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut:
·
rapat umum,
·
pertemuan terbatas,
·
pertemuan tatap muka,
·
memanfaatkan media massa cetak dan elektronik,
·
penyebaran bahan kampanye kepada umum,
·
pemasangan alat peraga di tempat umum,
·
kegiatan-kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan kampanye dan
peraturan perundang-undangan.