Sumber: www.satujam.com |
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, begitu banyak pelanggaran hak asasi
manusia terjadi. Dapat dikatakan, setiap hari di muka bumi ini terjadi pelanggaran
hak asasi manusia, terutama pelanggaran ringan. Di antara sangat banyaknya
pelanggaran hak asasi manusia, terdapat pelanggaran-pelanggaran HAM berat yang
luar biasa (fenomenal) diukur dari jumlah korban dan tingkat kekejamannya.
Para dalang pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia umumnya adalah
tokoh diktator yang memiliki kekuasaan yang sangat besar dan kuat. Adapun pelaksanaannya
di lapangan dilakukan oleh pasukan militer, satuan polisi, atau kelompok sipil
bersenjata yang kuat secara fisik dan organisasi. Para korban umumnya adalah
sekelompok orang atau penduduk sipil yang lemah secara politik dan ekonomi.
Para korban tidak jarang juga memiliki ideologi, pandangan, suku, kebangsaan,
keyakinan, atau kepentingan yang berbeda dengan para pelaku. Pelanggaran berat
hak asasi juga dilakukan oleh negara-negara tertentu terhadap negara-negara
lain –– hal ini terutama terjadi pada masa kolonialisme dahulu.
Pelanggaran berat hak asasi manusia yang pernah terjadi dilakukan dalam
bentuk pembunuhan, penyerbuan, pemenjaraan, pengusiran, pemerkosaan, dan sebagainya,
yang semuanya dilakukan secara massal. Para korban pelanggaran berat hak asasi
manusia banyak yang mengalami kematian, cacat (fisik dan mental),
kemiskinan, kebodohan, serta penderitaan dan keterbelakangan lain. Dalam uraian
berikut ini dipaparkan kasus-kasus pelanggaran berat hak asasi manusia yang
pernah terjadi berdasarkan cara atau jenisnya.
·
Pembunuhan Massal
Pembunuhan massal merupakan jenis kasus pelanggaran berat
hak asasi yang sering terjadi. Pembunuhan ini dilakukan dengan sengaja untuk
menghilangkan nyawa sekelompok manusia. Cara yang dilakukan adalah menembak
secara acak, menghukum mati (dengan tembakan, gantung, dan pancung), atau memasukkannya ke ruang gas beracun. Pembunuhan massal
biasanya dilancarkan untuk memusnahkan kelompok orang atau penduduk tertentu.
Pelanggaran berat melalui pembunuhan massal ini, antara lain, pernah
dilakukan oleh diktator Joseph Stalin di Uni Soviet, Bennito Mussolini di
Italia, Adolf Hitler di Jerman, Hideki Tojo di Asia Timur (termasuk di
Indonesia), Pol Pot di Kampuchea, Augusto Pinochet di Cile, Duvalier di Haiti,
Westerling di Indonesia, Saddam Hussein di Irak, serta Radovan Karadzic dan
Ratko Mladic di Bosnia Herzegovina. Para dalang dan pelaku pembunuhan massal
sering dinilai sebagai orang yang ambisius, bengis, dan berdarah dingin yang
tak berperi kemanusiaan.
Pelanggaran HAM berat yang dilakukan dengan cara pembunuhan massal
terbaru yang terjadi adalah pembantaian dan pengusiran massal yang dilakukan
rezim militer dan kaum Buddha radikal di Myanmar terhadap kelompok masyarakat
Muslim Rohingnya. Ribuan Muslim Rohingnya pada sekitar tahun 2013-2016 meninggal
dan terusir dari kampung halamannya di Myanmar akibat kebengisan rezim militer
dan orang-orang Buddha radikal (termasuk para biksu) di negeri Indocina ini. Salah
satu hal yang sangat ironis dan aneh dari peristiwa ini adalah diam dan
pasifnya tokoh pemenang hadiah Nobel Perdamaian dari Myanmar, Aung San Syu Kyi,
terhadap tragedi tersebut. Sebagai peraih penghargaan Nobel Perdamaian
sekaligus pemimpin de facto rakyat
Myanmar saat itu, Aung San Syu Kyi seharusnya melakukan tindakan konkret untuk
mencegah atau menghalangi pembantaian itu, tetapi ia diam saja, bahkan
mengeluarkan kecaman pun tidak sama sekali, sehingga mendapat kritikan dan
tuntutan keras dari berbagai penjuru dunia untuk mengembalikan penghargaan
Nobel yang ia terima.
·
Penyerbuan (Penyerangan)
Pelanggaran berat hak asasi manusia dalam bentuk
penyerbuan atau penyerangan umumnya dilakukan dengan menggunakan senjata api
modern. Berondongan senjata diarahkan ke permukiman penduduk atau orang-orang
yang tengah melakukan aktivitas tertentu, seperti pertemuan dan demonstrasi.
Penyerbuan berakhir dengan jatuhnya banyak korban jiwa (kematian).
Penyerbuan yang menyebabkan kematian massal paling menggemparkan di
dunia pada akhir abad ke-20 terjadi di Lebanon dan Cina. Di Lebanon, tahun
1982, gerilyawan Phalangis dukungan Israel menyerbu camp pengungsian
Palestina hingga menyebabkan ratusan pengungsi mati. Di Cina, tahun 1989,
pasukan pemerintah komunis Cina menyerang mahasiswa yang sedang berdemonstrasi
dengan damai, menyebabkan ratusan atau ribuan mahasiswa mati.
Penyerbuan yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah besar juga
dilakukan Israel terhadap masyarakat Palestina. Dengan dalih untuk menangani
terorisme, Israel berkali-kali melakukan serangan dan pengeboman udara terhadap
titik-titik sasaran di Jalur Gaza. Akibatnya, ribuan masyarakat sipil Palestina
(banyak di antaranya anak-anak, perempuan, dan orang tua) kehilangan nyawa dan
mengalami luka-luka.
Selama pemerintahan Orde Baru di Indonesia, penyerangan yang
mematikan juga sering terjadi. Pada tahun 1980-an, pasukan militer menyerang
kelompok pengajian Warsidi di Talangsari, Lampung, menyebabkan ratusan penduduk
mati. Masih dalam tahun 1980-an, militer menyerang sekelompok warga
Tanjungpriok, Jakarta, mengakibatkan puluhan atau ratusan orang mati. Di Aceh,
tahun 1990-an, serangan serupa juga dilakukan militer terhadap pondok pesantren
Tengku Bantaqiah, mengakibatkan ratusan santri meninggal. Tahun 1996, polisi,
tentara, dan sekelompok orang tidak dikenal menyerbu Kantor DPP PDIP di
Jakarta, mengakibatkan puluhan atau ratusan aktivis dan simpatisan PDIP mati.
Pada 12 Mei 1998, polisi dan tentara menyerang massa demonstran mahasiswa
Universitas Trisakti, mengakibatkan empat mahasiswa meninggal. Pada pertengahan
November 1998 dan akhir November 1999 di
sekitar Semanggi, Jakarta, aparat juga menembaki massa demonstran mahasiswa hingga
mengakibatkan beberapa mahasiswa meninggal –– dikenal dengan Tragedi Semanggi I
dan Semanggi II.
·
Penahanan dan Penyiksaan
Pelanggaran berat berupa penahanan disertai penyiksaan
merupakan bagian dari pembunuhan massal dan penyerangan. Hampir setiap pembunuhan
massal dan penyerangan senantiasa disertai dengan penahanan dan penyiksaan oleh
para pelakunya. Para korban yang lolos dari maut biasanya ditangkap, ditahan,
dan disiksa. Para korban banyak yang kemudian juga mengalami kematian, cacat
fisik, serta trauma dan depresi berat.
Sebagian korban yang mampu bertahan tetap dikurung di dalam penjara,
sambil terus mengalami penyiksaan. Mereka kadang juga dimobilisasi untuk
melakukan kerja paksa. Mereka sering ditempatkan di penjara-penjara terpencil
yang menerapkan perlakuan tidak manusiwi. Mereka ditahan tanpa proses
pengadilan serta hak-hak mereka nyaris sama sekali diabaikan.
·
Perkosaan dan Penghamilan Paksa
Satu hal sudah pasti bahwa korban pelanggaran berat
berupa perkosaan dan penghamilan paksa ialah para wanita. Perkosaan tidak
jarang dilakukan sebagai bagian dari pembunuhan massal, penyerbuan, dan
penahanan. Para wanita yang masih hidup ditahan untuk secara paksa dijadikan
objek pelampiasan hasrat seksual para pelaku.
Adapun penghamilan paksa biasanya dilakukan dengan tujuan memusnahkan
suatu kelompok masyarakat suku atau agama tertentu lewat upaya pencemaran
keturunan. Para wanita dari masyarakat
suku atau agama tertentu ditangkap, ditahan, diperkosa, dan dipaksa menjaga
kehamilannya. Anak-anak yang akan lahir lewat proses seperti itu diharapkan
para pelaku tidak lagi murni sehingga lambat laun keaslian dan keberadaan
masyarakat suku atau agama yang menjadi korbannya akan berkurang dan akhirnya
punah. Praktik keji seperti ini pernah dilakukan bangsa Serbia terhadap para
wanita Muslim Bosnia di bekas Yugoslavia –– dengan dalang Slobodan Milosevic,
Radovan Karadzic, dan Ratko Mladic.
·
Penculikan dan Penghilangan Paksa
Pelanggaran berat hak asasi penculikan dan penghilangan
paksa biasanya dilakukan untuk memadamkan kritik serta gerakan penentangan dan
perlawanan. Praktiknya dilakukan dengan menculik para aktivis yang vokal
melancarkan kritik dan gencar melakukan perlawanan terhadap rezim penguasa yang
otoriter. Para korban ditangkap dan disekap untuk kemudian dilenyapkan secara
paksa sehingga nasib dan keberadaannya tidak diketahui oleh publik.
Kasus penculikan dan penghilangan paksa terjadi di negara-negara yang
pemerintahannya otoriter. Hal ini juga terjadi di Indonesia pada menjelang
runtuhnya pemerintah Orde Baru pada akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998.
Puluhan aktivis proreformasi dan prodemokrasi hilang diculik dan tidak
diketahui nasib dan keberadaannya hingga saat ini. Pelaku penculikan dan
penghilangan paksa ini diduga kuat adalah militer Orde Baru.
·
Pengusiran dan Pengambilalihan Hak
Milik secara Paksa
Pelanggaran hak asasi jenis ini dilakukan dengan tujuan menduduki
dan mengambil secara paksa hak milik
sekelompok manusia. Hak milik yang menjadi sasaran pengambilalihan biasanya
berupa wilayah atau tanah. Untuk mengambil alih suatu wilayah atau tanah,
sekelompok masyarakat atau bangsa diusir atau diminta pergi secara paksa ke
tempat lain. Pengusiran kadang disertai dengan ganti rugi, tetapi nilainya
sangat tidak sepadan dan tidak manusiawi.
Kasus pengusiran dan pengambilalihan paksa yang paling menghebohkan
di dunia seusai Perang Dunia II ialah yang dilakukan Isreal terhadap bangsa
Palestina. Sebagian wilayah milik bangsa Palestina sampai saat ini diduduki
Israel secara tidak sah. Akibat pelanggaran berat Israel itu, bangsa Palestina
pernah sempat dikenal sebagai bangsa telantar yang tidak punya tempat tinggal. Sejak
lama hingga tahun 2017, Israel dengan dukungan Amerika Serikat juga berusaha
keras merebut dan menjadikan Kota Jerusalem (yang merupakan milik sah bangsa
Palestina) sebagai ibu kota Israel.
Di Indonesia kasus pengambilalihan hak milik secara paksa seringkali
terjadi, terutama pada masa pemerintahan Orde Baru. Pelakunya tak lain adalah
rezim Orde Baru dengan dukungan polisi dan militer, sementara korbannya umumnya
masyarakat lapisan bawah yang miskin dan lemah. Kasus pengambilalihan hak milik
secara paksa yang paling menghebohkan terjadi di sekitar waduk Kedungombo, Jawa
Tengah. Pada tahun 1990-an, ratusan warga di sekitar waduk ini selama
bertahun-tahun terkatung-katung akibat tanah milik mereka dengan paksa dijadikan
lokasi waduk oleh pemerintah. Sebagian warga menolak melepaskan tanahnya karena
ganti rugi yang diberikan pemerintah dirasakan sangat tidak layak, sementara
pemerintah tetap menjadikan tanah mereka sebagai daerah genangan.
·
Beberapa Pelanggaran Berat Lain
Selain enam jenis pelanggaran berat hak asasi manusia
yang diuraikan di depan, masih ada beberapa jenis pelanggaran berat lain yang
pernah terjadi. Pelanggaran tersebut di antaranya perbudakan, kerja paksa,
tanam paksa, dan apartheid.
Perbudakan dipraktikkan pada abad-abad silam saat pengakuan dan kesadaran akan
hak asasi manusia masih sangat minim. Kerja paksa massal yang menyebabkan mati
dan hilangnya ratusan ribu rakyat Indonesia pernah dipraktikkan Belanda (rodi)
dan Jepang (romusha) dalam kolonialismenya di Indonesia. Dalam
pendudukannya di Indonesia, Belanda juga
pernah memberlakukan tanam paksa (cultuurstelsel) yang sangat
menyengsarakan rakyat.
Adapun apartheid
pernah dipraktikkan selama puluhan tahun
oleh rezim pemerintah kulit putih di Afrika Selatan. Apartheid adalah
politik pembedaan (diskriminasi) warna kulit manusia; penduduk kulit putih yang
umumnya keturunan Eropa dibedakan dan dipisahkan dengan penduduk kulit hitam
yang keturunan Afrika. Penduduk kulit putih mendapat hak-hak istimewa karena
dianggap memiliki kelas yang tinggi, sedangkan penduduk kulit hitam
diperlakukan sebaliknya karena dianggap berkelas rendah.